inikah yang disebut labil? berkepribadian setengah-setengah. bingung mau apa, ngapain, harus apa? terlalu cepat berubah pendirian di saat yang sama. satu detik masih sebagai A, sepersekian detik berikutnya menjadi B.
saya dan dia nggak bisa ketemu di saat saya sangat ingin bertemu. saya mau menatap wajahnya. memperhatikan gerak-geriknya. mengobrol sesukanya.
sore itu sesaat setelah selesai urusan di kampus saya meneleponnya. beberapa menit lagi menjelang adzan maghrib. saya tanya kenapa sms saya sebelumnya nggak dibales. dia bilang dia baru mau sms saya tapi saya udah nelpon duluan. niatnya nelpon saya mau bilang "saya mau ketemu" tapi selalu yang keluar dari bibir hanya pertanyaan "mau apa malam ini"? jelas-jelas pertanyaan bodoh itu slalu terulang. pertanyaan tersirat sebagai pemantik apakah dia akan mengajak saya jalan malam ini atau tidak jika saya bertanya seperti itu. pemantik tidak akan pernah berhasil. berkali2 diuji coba. dia bukan makhluk sepeka itu bisa membaca apa yang ada di pikiran saya.
ketika saya tanyakan, dia hanya menjawab mau mengerjakan skripsinya. jauh di seberang sana jelas dia tidak merasa kalau sebenarnya ada sesuatu hal yang harus saya nyatakan langsung.
sempat dia menawari besok untuk bertemu, tapi pikiran saya duluan menolaknya. ilfil detik ini.
.....
dan akhirnya telepon saya berakhir menyedihkan.
kami tidak bisa bertemu.
---------
saya selalu kalah dengan diri saya sendiri. tidak berani mengungkapkan langsung apa yang ada di hati. dan itu membuat saya slalu tenggelam dalam kekecewaan. harusnya saya bilang "saya mau ketemu!" jika memang itu yang saya inginkan. tidak bertopeng menanyakan topik lain. kalaupun dia tidak bisa menemui saya, saya yang menemuinya. daripada tidak sama sekali.
saya tau seharusnya saya berbuat seperti itu. sudah berjuta-juta kali itu terjadi lebih dari 2 tahun ini.
awalnya sudah berfirasat keinginan bertemu pasti harus tertunda dan saya masih baik2 saja. tapi beberapa detik setelahnya pikiran saya melayang dan kekecewaan itu terus menggerogoti. kecewa antara nggak jadi ketemu, kecewa terhadap kepengecutan saya, dan kecewa terhadap sikap labil saya.
perbedaan yang sangat mencolok adalah ketika kami sama-sama sibuk dan ingin bertemu, saya bisa memaklumi kalau akhirnya kami tidak jadi bertemu, toh saya juga masih punya kerjaan. tapi di saat dia sibuk dan saya lowong, saya susah menerimanya. egois tidak mau memahaminya *saya sangat-sangat sadar!*
mungkin satu-satunya jalan menuntaskan perasaan seperti itu adalah dengan saya yang harus mencari kesibukan lain biar nggak pernah terpikirkan untuk kecewa.
masalahnya selalu sama : saya tidak bisa (atau belum bisa?) menerima kalau ada hal yang tidak bisa (atau belum bisa?) saya dapatkan saat ingin bersamanya.
solusinya (seharusnya) sudah jelas dari dulu : kalau tidak bisa ya usahakan, kalau memang ga jodoh ketemu yasudah terima, toh memang belum waktunya ketemu. nanti2 juga bisa ketemu. tapi otak saya masih belum bisa diajak berpikir logika dan realistis. masih 75%nya diisi perasaan. alhasil kekecewaan selalu menghampiri.
langkah terakhir yang sejauh ini bisa saya ambil hanya merenung dan kemudian sedikit menjauh. sangat kekanakan! tapi dengan sedikit menjauh membuat saya menjadi tidak terlalu memikirkan dia. mencari pelarian untuk melupakan kekesalan itu. sama saja menghindar tanpa menyelesaikan.
saya selalu merasa jauh lebih lega saat sudah mengeluarkan unek2 melalui sesuatu yang saya sebut sebagai "tindakan pelarian terakhir". itu lebih baik. walaupun sebenarnya tidak baik.
jalan terbaik hanya curhat sama Tuhan.
kalau sudah seperti ini saya slalu mengharapkan sms dia datang duluan ke inbox hape saya (walau entah kapan datangnya). kemudian berbaikan dan memulai semua dari awal (lagi).
saya ini kenapa sih Tuhan?
akan sampai kapan saya begini? :(
.jumat, 21mei2010.